Minggu, 30 September 2012


Imajinasi ? Khayalan ? Kebodohan ?
Mungkin Semuanya



Apa yang anda pikirkan tentang gambar di atas ?

Sebuah adegan pemakaman ?  Mungkin . . .

Ziarah Makam ?  Bisa saja . . .

Bagi saya, gambar ini memilki arti lebih, ya lebih dalam hal imajinasi, khayalan dan mungkin hal yang bisa dibilang konyol dan bodoh. Tapi hal tersebut sangat menyenangkan, dan secara tidak sadar menciptakan suatu pengalaman yang tak terlupakan.

Diawali dari sebuah hari minggu yang biasa-biasa saja. Hari itu kemudian menjadi suatu peristiwa ketika sekelompok manusia diatas menemukan pecahan keramik, batu, dan patahan kayu dari sisa pembangunan rumah yang ada di sekitar tanah lapang.  Bermain-main sejenak dengan papan kayu, dilemapr kesana kemari, samapi mereka cukup bosan untuk melakukannya.  Akhirnya mereka mempunyai ide untuk menyusun benda-benda tersebut yang kemudian membentuk pusara.

Tak cukup hanya disusun, mereka menambahkan beberapa tulisan di keramik dan kayu, untuk menambah detil pada pusara mereka.  Sebenarnya benda yang mereka buat ini terinspirasi oleh kematian Michael Jackson, pemberitaan tentang kematian bintang pop dunia itu cukup meracuni otak mereka.  

Dan yang paling menarik dan fenomenal dari peristiwa ini adalah video berikut yang merupakan hasil kreatifitas imajinasi bocah-bocah ini. 


Dan ini adalah saat-saat pembuatan makan a.k.a pusara Mr X 



Minggu, 23 September 2012


Mengganjal Manipulasi Tangan
                                   

            Aku saat ini punya status sebagai mahasiswa. Status yang menurut beberapa orang adalah sesuatu yang istimewa. Mahasiswa berarti sudah lebih dari siswa, lebih besar tanggung jawab, hak serta kewajiban nya jika dibandingkan seorang siswa. Tidak hanya tanggung jawab terhadap diri nya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat.  Kewajiban dan tanggung jawab kita, sebagai mahasiswa dapat kita lakukan sesuai cara kita masing-masing, terserah bagaimana cara nya asalkan tidak merugikan orang lain tentu nya.

            Mahasiswa, terkadang identik dengan figur orang yang intelektual, kritis, dan dewasa. Well, anggap saja sebagian besar mahasiswa seperti itu, walau jika aku boleh menilai aku sendiri sangat jauh dari hal-hal tersebut.  Intelektual artinya disini mungkin, mahasiswa sering dihadapkan untuk selalu berpikir ilmiah dan logis, tidak ngawur atu asal-asalan saja. Mahasiswa juga diharapkan dewasa, dalam hal ini mampu menentukan hal yang baik dan buruk dan bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya.  Mahasiswa juga sering melekat sebagai orang yang kritis, kritis terhadap keadaan sekitar, kritis terhadap kondisi masyarakat, kritis terhadap pemereintah, dll.

            Aku sebagai mahasiswa ? ya beginilah jauh dari kesan-kesan tersebut. Aku walau kuliah di sebuah universitas negeri ternama di kota gudeg, tetap saja belum banyak hal yang berubah dari ku sejak jadi mahasiswa.  Dan yang jelas aku bukanlah verminan mahasiswa yang pstut untuk ditiru,  tidak terikat organisasi kampus, malas berorganisasi, pikiran masih belum jelas, serta cukup apatis terhadap bau-bau politik. Ya begitulah diri ku, masih menikmati diri ku yang seperti itu.

            Bicara soal mahasiswa, ada hal yang cukup menarik dari satu tahun pertama ku menjadi mahasiswa.  Hal ini sebenarnya sangat umum, jamak di perkuliahan dan pasti nya sudah ada sejak lama. Tak pula di pungkiri di tempat aku berkuliah akhirmya aku menemui hal seperti ini, semenjak awal zemseter kedua. Sebut saja fenomena itu MTT (Manipulasi Tanda Tangan) atsau bahasa populer nya “titip absen”. Ya, sebuah fenomena memanipulasi tanda tangan oleh diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain, supaya dapat tidak masuk kuliah dan terselamatkan dari syarat ada  75% tanda tangan kita di kertas presensi selama satu semester.  Dan seperti bisa ditebak, praktek ini sangat sulit untuk dibinasakan.

            Tulisan ini juga tak punya niat untuk membinasakan praktek tersebut, tak mau menyalahkan siapa pun juga. Mungkin, sedikit menyindir, tapi tak ap anggap saja angin lalu kawan. Hanya ingin mengutarakan bagaimana rasa nya melihat praktek tersebut beredar bebas di kmpus dan menjadi candu terselubung.

            Bagi ku, praktek MTT (Manipulasi Tanda Tangan) ini tak lebih dari seperti surat palsu yang dibuat seorang siswa sebagai lasan membolos sekolah. Jika dipikir-[ikir bahkan lebih hebat dari surat izin palsu. Jika surat izin palsu mengkonfirmasi siswa tersebut tidak datang hari itu.  MTT ini justru seolah praktik sulap dan supranatural, membuat seolah-olah pelaku praktik ini ada dalam perkuliahan, padahal yang berdangkutan tak ada di kelas. Pelaku di sini ialah orang yang meminta tolong atau yang memanipulasi presensi. Biasa nya karena terpaksa dan terikat tali pertemanan erat yang mengiurkan untuk dimanfaatkan sebagai cara ampuh untuk tak berangkat hari itu.

            Melihat praktik MTT, yang muncul pertama kali adalah persaan tidak adil. Betapa enak nya tak perlu datang ke kelas, tepai seolah dua setengah jam duduk di kelas.  Perasaan ku kurang bisa menerima hal ini. Beberapa teman juga kurang bisa menerima hal ini. Namun kami hanya bisa diam saja. Tak mberani melapor, ingin menyatakan perasaan kami pun takut dan tak enak dengan pelaku nya yang juga teman sendiri.

            Lalu apa yang saya lakuakan ? ya hanya diam saja, sambil sesekali menulis kalimat-kalimat bernada sindiran di jejaring sosial. Kalimat-kalimat sindiran itu cukup pedas dan tajam, entah karena pengaruh emosi yang masih panas kal itu sehingga yang keluar adalah kata yang tajam. Sekali, dua kali, dan beberapa kalimat sudah tertulis di sana, aku pun juga sudah yakin beberapa pelaku nya sudah membaca kalimat sindiran tersebut.

             Puncak nya ketika suatu siang, sebuah SMS masuk, berisi kekecewaan dan nada cukup tinggi terhadap kalimat ku di jejaring sosial.  Esok nya pengirim SMS tersebut berbincang cukup alot dengan ku, menciba menjelaskan pandangan dari masing-masing sisi. Kesimpulanya aku berpegang bahwa aku tak setuju cara manipulasi presensi. Sementara dia berpegang teguh bahwa itu adalah hak nya, dan aku seharusnya dapat menghargai nya , klau aku ingin seperti dia cukup lakukan seperti yang lain lakukan.

            Setelah pembicaraan itu aku mundur. Mundur teratur dari pergoncangan kata-kata, berlatih menerima keadaan. Keadaan juga mulai menunjukan bahwa ini semua sudah seperti sistembesar. Sulit diputus karena banyak mata rantai. Penuh rintangan dan godaan untuk tetap berdiri.  Dan karena itu, harapan ku pun tak muluk-muluk, cukup semoga aku mampu terus berusaha jujur disemasa hidup ku.  Semoga aku mampu bertahan dianatara himpitan sistem ini. 

Rabu, 19 September 2012

Dunia dan  mimpi kecil

                                                                                                                                     
            Tulisan ini diawali dari obrolan singkat tak bermutu di kantin kampus. Sekedar mengisi waktu luang dengan mengobrol ditemani segelas teh di tengah keramaian kantin yang panas adalah suatu kenikmatan tersendiri.  Seperti biasa, untuk menghabiskan waktu saya dan teman saya memesan segelas teh dan duduk di salah satu bangku kantin, dan dari situ lah beberapa obrolan tak bermutu ini berjalan.

            Berbagai topik dialog mulai mengalir silih berganti, sampai salah satu teman saya mulai berbicara tentang one world order.Tentang free mason dan pergerakan nya yang menguasai dunia. Tentang sistem yang sudah terbentuk dan membuat kehidupan manusia  teratur menjadi seperti ini. Sejujurnya saya agak malas untuk mendengarkan dialog seperti ini, karena saya belum begitu tertarik ke dalam nya. Bagi ku  semua itu tertlalu besar dan otak ku pun terlau berat untuk memikirkan nya.

            Dan akhirnya pembicaraan pun sampai pada kata sukses. Kata sukses saat ini sepertinya sudah menjadi mimpi tiap orang. Sebagai mahasiswa sukses mungkin berarti berhasil lulus dengan predikat cumlaude, kemudian mendapatkan pekerjaan dengan posisi tinggi dengan upah yang tinggi pula. Sukses sekarang identik dengan keberhasilan mencapai kekayaan, kejayaan dan kekuasaan. Hal ini sebenaranya cukup ditentang oleh teman saya.

            Teman saya berpendapat jika, kata sukses diganti dengan kata bernilai. Bernilai disini berarti kita mampu memberikan sesuatu bagi sekitar. Dalam keadaan bagaimanapun orang yang bernilai pasti mampu memberikan sesuatu, entah itu sesuatu yang besar atau kecil. 

            Saya juga setuju dengan konsep bernilai tersebut.  Menjadi seorang yang bernilai mungkin bisa menjadi tujuan saya untuk masa depan. Seperti tujuan saya kuliah yang sebenarnya tak begitu jelas ini,  saya mengambil sedikit mimpi untuk tujuan kuliah saya. Ya, mimpi, sebuah mimpi untuk memberika.n sesuatu. Sebenarnya saya tak perduli jika saya sekarang ini saya bersekolah di universitas ternanama di negeri ini. Saya hanya ingin belajar dengan senag dan menikmati hidup, baik saat ini atau ke depan nya.

            Mimpi saya kedepan pun tak begitu rumit namun seperti nya juga terlalu tinggi . Bagi saya mimpi terbesar saya hanya pergi keluar dari negeri ini barang sejenak. Pergi ke sebuah negeri di belahan dunia lain yang tak populer bagi orang-orang di negeri ini. Pergi ke sana dan menikmati keadaan nya sambil mengenal kan negeri ini di sana. Ya, setidak nya ada satu orang sudah meluangkan waktu nya untuk secara jujur mengenalkan negeri ini kepada orang-orang itu bukan ?

            Untuk mimpi yang lebih kecil, tepat nya pekerjaan yang saya inginkan juga tak begitu bergengsi. Terinspirasi dari study tour pada kelas 2 SMA, yang memilki keinginan untuk menjadi seorang pemandu wisata. Seseorang yan ceria dan penuh lelucon segar yang mampu menghibur orang-orang yang ia dampingi. Ya aku inggin melanglang buana ke berbagai tempat, mengenal banyak orang dan berbagi keceriaan bersama.

            Walaupun mimpi ku saat ini masih seperti itu. Namun semoga itu merupakan mimpi yang mampu aku wujudkan untuk dunia. 

Minggu, 09 September 2012


Dia, Pintu, Roda
                                                                                                                                                       

Dia                                                         
Dia hanyalah bocah berseragam kotak kotak
Dia duduk, sabar menunggu
Walau, hanya ditemani debu
Dia tetap sabar menunggu.

Dia, hanya duduk sendiri
Kawan-kawan nya telah pergi
Dia tak merasa sepi
Jalanan yang ia pandang
Memberi hiburan tersndiri

Dia pandangi jalanan didepanya
Dengan berbagai warna yang melintas
Bukan yang mengkilap yang ia tunggu
Bukan yang terbaru yang ia nanti
Dia hanya menunggu sebuah pintu

Pintu
Pintu ini bukan untuk kekuasaan
Bukan untuk kekayaan
Juga bukan untuk mencari asmara
Tetapi hanyansebuah pintu yang berjalan
Pintu yang amat ia harapkan
Untuk membawanya pulang

Sekelebat mata pintu itu melintas
Tangan nya ia lambaikan, namun terlambat
Dia harus berlari, mengejar pintu itu
Mengejar agar ia tak terlambat
Kejar pintu yang mulai melambat


Dia gapai pintu itu.
Berdesakan bukan masalah
Tanagnya berebut mengait pegangan
Panas dan keringat bukan halangan
Karena sejuknya rumah telah membayang


Roda
Roda pun mulai berputar
Membawa pintu melaju cepat
Membawa kaki-kaki seakan terbang
Bersama harapan para penumpang
Untuk selamat sampai tujuan

Roda, terus berputar
Berputar dengan seirama
Walau bebab berat sebelah
Namun mereka tak bertengkar

Dia masih berjuang
Menahan cepat nya roda
Berjuang agar tak lepaskan genggaman
Bertahan agar tak terjerembab ke tanah


Dia, Pintu dan Roda
Simetris tak terpisahkan
Kawan akrab yang bertemu setiap siang
Sebelum jarum menunjuk angka dua.
Kemudian menghilang dari pandangan
Di pertogan dekat sekolah.





Translate