Pesta Perayaan
Di Bulan Agustus ini sepertinya pikiran ku merasa sesuatu yang berbeda. Ya
Berbeda, bukan hanya karena ini adalah bulan ramadhan dimana mayoritas penduduk
negeri ini sedang melakukan ibadah puasa,
bukan itu. Bukan juga karena bulan ini panasnya perebutan kekuasaan jadi
pemimpin ibukota mulai merobek ketenangan jiwa beberapa orang di daerah ku.
Bukan itu, walau aku juga sedikit tersentil karena kotor nya persaingan itu
membuka peluang orang untuk mencaci maki kota tempat ku dibesarkan ini. Ah, Lupakan saja itu kan cara-cara licik
politisi, mereka mencari celah di setiap tembok, bahkan melubanginya, buat apa
aku ikut pusing? Ah lebih baik ku nikmati liburanku yang tinggal beberapa
minggu lagi ini.
Malam pun makin sudah menjelang,
kumatikan televisi dan laptop ku. Bergegas ku kekuar rumah, bersiap duduk
menikmati dinginya malam. Angin malam pun membelaiku, dinginya menyuruh tubuhku
segera masuk ke rumah, menghasut ku untuk menjadi malas melihat bulan. Ku
hidupkan radio kecilku, kucari frekuensi favoritku, hmm nikmat musik mengalun
memecah sunyinya malam ini. Radio ku
mulai menyebarkan kabarnya, menyebarkan kata-kata dan salam bagi orang
terdekat. Aku? Aku tidak berkirim salam, entah aku hanya duduk memandangi
langit yang makin menghitam.
Radio ku mulai bertanya, ya dia
mengajukan sebuah pertanyaan. Sebutkan Tiga Kata untuk 17an ? ya tiga kata
untuk tujuh belasan . Aku tak terkejut dengan pertanyaan itu, itu memang
pertanyaan wajar menjelang pesta perayaan kemerdekaan. Namun aku tersadar,
inilah yang berbeda, ini yang membuat agustus ini terasa hambar. Bukankah Agustus itu biasanya ramai ?
bukankah Agustus itu anak-anak bersaing dalam lombaseru dan heboh untuk menyambut hari kemerdekaan? bukankah dua hari
setelah hari ini biasanya aku harus ikut upacara bendera ? ya semuanya seperti
hambar tidak ada pesta, tidak ada lomba, tidak ada upacara lagi untuk ku.
Seandainya saja aku mau bergerak
lagi. Ya, mau bergerak untuk merengek dibuatkan pesta, karena ini bukan ulang
tahun ku tetapi ini ulang tahun negeri ku.
Seandainya aku mau meluangkan waktu untuk kembali mempelopori aksi
anak-anak untuk berlomba dalam keceriaan. Seandainya aku mau repot untuk pergi
mondar mandir merapatkan barisan seumur untuk mengatur semuanya. Seandainya aku sengotot dua tahun yang lalu,
ketika berapi-api untuk membuat acara kecil0kecilan pengingat hari kemerdekaan
bangsa. Ya, hanya seandainya
Hey, mungkin ini bukan salahmu,
jangan kau salahkan dirimu. Mungkin Orang-orang sudah merasa malas dengan
tradisi perayaan itu ? mungkin mereka sedang bersiap pulang ke kampung halaman
? mungkin mereka juga sedang bersiap untuk hari raya yang lebih besar, bukankah
lebih bai kita berhemat bukan ? Sudah, jangan terlalu dipikirkan, ini kan hanya
hal kecil ? besok setelah hari raya kita akan ikut berpesta bersama, anggap saja
dua pesta itu digabung, efisien kan ?
Radio ku, masih menyanyikan sebuah
lagu, sebelumnya ia juga bercerita. Ia bercerita tentang masa kecilnya dahulu.
Ketika anak-anak menantikan bulan ini,mereka berlomba,tertawa, saling
ejek,saling kejar,dan hal-hal konyol yang indah lainya. Ketika mereka tidak
mementingkan hadiah, hanya ingin bersenang-senang, meski jadi juara tentunya
membanggakan.
Ternyata radio ku seumuran dengan
ku, ia mengalami masa yang sama denganku. Ia rindu akan suasana itu, ia ingin kembali
merasakan masa itu. Sama seperti ku, mungkin aku sudah tak terlibat dan
terlihat tetapi aku masih ada. Ya, aku masih punya harapan melihat anak-anak
menikmati semua kenanganku, walau bukan diriku, itu sudah cukup. Cukup pun aku
membekas disini sebelum aku memudar, seiring dimatikanya radio, seiring
beranjak tidunya seorang remaja, aku pun juga sebentar lagi menghilang. Aku hanya
sekelebat pikiran seorang bocah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar